PR SUMEDANG – Kenapa bupati Sumedang enggan bahkan tidak berani melaksanakan sholat Idul Fitri di Masjid Besar Tegalkalong, Sumedang pada hari Jumat? Ternyata ini sejarah dan asal-usulnya. Asal-usulnya, berawal dari sejarah kelam yang terjadi di Masjid Besar Tegalkalong, dulu ketika masih zaman Kerajaan Sumedang Larang.
Dulu, di Masjid Besar Tegalkalong yang terletak di Jalan Sebelas April, Lingkungan Tegalkalong, Kelurahan Talun, Kec. Sumedang Utara, sempat terjadi tragedi berdarah yang sangat memilukan.
Menurut tokoh masyarakat yang juga mantan Ketua DKM Masjid Besar Tegalkalong, Bachren Syamsul Bahri, tragedi berdarah dalam perjalanan sejarah Masjid Besar Tegalkalong tersebut, terjadi pada masa pemerintahan Pangeran Rangga Gempol III atau Pangeran Panembahan (1656-1709).
Kala itu, kondisi keamanan di Kerajaan Sumedang Larang sedang rawan. Kerawanan tersebut, terutama rawan penyerangan dari arah barat, yakni Kesultanan Banten.
Menyadari hal itu, Pengeran Panembahan mengetatkan pengamanan dengan membentuk pasukan khusus yang disebut Pamuk. Pamuk terdiri dari 40 orang pamuk pilihan.
“Setiap pamuk, ditempatkan tersebar di beberapa daerah. Mereka diberi tanah carik (bengkok) untuk melindungi ibu kota pusat pemerintahan di Tegalkalong dari serangan musuh,” tutur Bachren ketika ditemui di rumahnya di Jalan Sebelas April, Tegalkalong, Kel. Talun, Kec. Sumedang Utara, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Disebut Mampu Tampung hingga 60 Ribu Jamaah, Ini 2 Filosofi Masjid Negara yang Dibangun di IKN
Ini lah Masjid Besar Tegalkalong di Jalan Sebelas April, Lingkungan Tegalkalong, Kelurahan Talun, Kec. Sumedang Utara, yang sejarahnya sempat terjadi tragedi berdarah yang sangat memilukan
![Ini lah Masjid Besar Tegalkalong di Jalan Sebelas April, Lingkungan Tegalkalong, Kelurahan Talun, Kec. Sumedang Utara, yang sejarahnya sempat terjadi tragedi berdarah yang sangat memilukan](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2024/06/11/3903755113.jpg)
Penyerangan
Tak dinyana, lanjut dia, penyerangan musuh menjadi kenyataan. Serangan musuh terjadi ketika Pangeran Panembahan sedang melaksanakan Salat Idul Fitri yang jatuh pada hari Jumat, 18 November 1678.